UN
2015, GURU DAN PGRI
Oleh
 |
Kosmas Takung Korwas Manggarai |
Dikeluarkannya Permendikbud
Nomor 144 Tahun 2014 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan
Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan UN Tahun 2015 ,idealnya harus
menjadi isu paling seksi di dunia pendidikan di Indonesia beberapa bulan ke
depan hingga pelaksanaan Ujian Nasional
2015.Khusus untuk NTT, baik ,pemerintah provinsi, Kabupaten/ Kota, sekolah dan
masyarakat, regulasi yang dikeluarkan 14 Oktober 2014, merupakan masukan sangat
berarti dan adalah waktunya sekarang untuk dijadikan sebagai moment strategis
untuk retrospeksi sejauhmana komitmen masa silam dan yang akan dilakukan
sehingga anak- anak sekolah yang dipatri sebagai pemimpin masa depan, tidak menangis bahkan
stress tatkala gagal dalam Ujian Nasional yang penyelenggaraannya biasanya selama
sepekan.Bagi yang bernurani, kegagalan anak-anak dalam Ujian Nasional adalah
sebuah kesalahan yang harus perlu segera diperbaiki sebelum para siswa yang
gagal karena kekuarangaanperhatian kita yang menyebut diri sebagai orang tua
dewasa dengan segala macam gelar akademik, jabatan dan status sosial,mengutuki kebijakan dan komitmen serta kompetensi yang
tidak optimal ditunjukkan.
Sepintas, regulasi kelulusan
UN 2015 mengandung sikap optimisme semua pihak, terutama sekolah karena kriterianya menjadi 50:50. Mengutip
Permendikbud ini, Pasal 4 (5a) Rata-rata nilai rapor dengan bobot 70%: 1)
Semester I sampai
dengan semester V
pada SMP/MTs, SMPLB,
dan Paket B/Wustha; 2) Semester
III sampai dengan
semester V pada
SMA/MA, SMALB, SMK/MAK, dan Paket
C;3) Semester I sampai
dengan semester V bagi SMP/MTs
dan SMA/MA yang menerapkan SKS;
b. Nilai Ujian S/M/PK dengan bobot 30%;(
2) NA merupakan
gabungan Nilai S/M/PK
dan Nilai UN
dengan bobot 50% Nilai S/M/PK dan 50% Nilai UN.Dengan demikian porsi Ujian
sekolah dan Ujian Nasional menjadi imbang, meningkat dibanding tahun- tahun
sebelumnya yang hanya 40:60.
Menyimak keterangan Kepala
Dinas PPO Provinsi NTT , Drs.Piter Sinun Manuk dalam berbagai kesempatan bahwa
prosentasi kelulusan UN beberapa tahun terakhir di NTT terus membaik hingga 30
besar bahkan menembus 20 besar, jauh dari sekadar tradisi yang hanya mengawal
posisi buntut.Sikap optimis Kepala Dinas Piter Sinun Manuk perlu diikuti dengan tindakan nyata dari
semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, organisasi sosial dan politik
termasuk orang tua bahkan para siswa peserta Ujian nasional sendiri.
Diskusi dalam berbagai kesempatan.
para Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dan pengawas sekolah kabupaten/ kota,sepakati bahwa langkah awal yang segera dilakukan sejak
dikeluarkannya Permendikbud ini adalah masing- masing satuan pendidikan dan pemerintah
kabupaten/kota merencanakan bedah SKL
yang termuat dalam lampiran Permendikbud
dimaksud serta Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor
0019/BSNP/XI/2012 tentang Kisi- kisi Ujian Nasional Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran
2012/2013 tanggal 20 November 2012.
Bedah SKL merupakan salah satu upaya mempersiapkan para
siswa peserta Ujian Nasional dan sekolah menghadapi Ujian upaya untuk tidak membiarkan sekolah berjalan sendirian.
Pemerintah provinsi, kabupaten/kota juga harus sigap dengan menyiapkan
kebijakan- kebijakan pendidikan yang tepat dan ontime antara lain sosialisasi
berlapis berupa spanduk, baliho UN, mendampingi wajah para politisi.Tentang hal
ini, secara jujur dikatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa sosialisasi UN
masih kalah bersaing dengan sosialisasi diri para politisi merebut hati rakyat.Menjelang
UN,seminar dan lokakarya lebih mencari solusi strategis merebut hati peserta
Ujian Nasional, bersamaan dengan diskusi kehebatan program- program pendidikan yang
telah dirasakan, yang bukan tidak mungkin kurang familiar di dunia peserta UN.Semua
pihak aktif mendiskusikan upaya- upaya untuk menang dan berhasil dalam Ujian
Nasional berupa meningkatnya prosentasi kelulusan yang dilihat dari NA dan akan
lebih bergengsi adalah lulus dengan
hasil UN yang memenuhi bahkan di atas standar minimal kelulusan.
Bagi masyarakat wajib
mengawali regulasi ini sebagaimana yang diperintahkan UU Sisidiknas Nomor 20
Tahun 2003 Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 Masyarakat berhak
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan dan Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan.Masyarakat tidak hanya menunggu hasil akhir
melalui pengumuman hasil Ujian Nasional tetapi mengawal seluruh aktivitas guru
di sekolah seperti kehadiran para guru yang harus mengajar 24-40 jam pelajaran
seminggu yang berarti guru wajib ada di sekolah selama 4-7 jam pelajaran di
sekolah, tidak berkeliaran di pasar atau di luar sekolah pada hari- hari
efektif pembelajaran. Guru menyatakan kompetensi- kompetensinya dengan
menampilkan kompetensi kepribadian berupa antara lain ketekunannya beribadat
sesuai ajaran agama yang dianut, jujur , bertanggung jawab; kompetensi sosial
antara lain mudah bersosialisasi,hospitalitas; dan kompetensi paedagogis antara
lain senang mengajar; sedangkan kompetensi profesional menguasasi ilmu yang diajarkan,
mengajarkan kebenaran- kebenaran ilmiah. Hal yang sama wajib ditunjukkan
seorang Kepala Sekolah
Semua pihak perlu merasa
malu karena nilai UN rendah, siswa-siswa
tidak lulus, kebijakan pendidikan yang hanya melahirkan sebahagian generasi muda yang hanya menonton orang luar
membangun NTT seperti membuat dan menjual bakso,sol sepatu serta membuka usaha kecil menggoreng dan menjual
kue pisang serta mebuka warung makan.
Jika masing- masing kabupaten /kota di NTT malu dengan mutu pendidikan yang telah kita
hasilkan selama ini dan bukan tidak mungkin telah menghabiskan anggaran yang
tidak sedikit ,kredibilitas masyarakat,
membaik, dan terhindar dari umpatan dan gugatan generasi muda yang frustrasi, stress karena gagal dalam UN.
Adalah kewajiban semua pihak mengawal penerapan sejauh mana norma-
norma dan hukum pendidikan membumi di kabupaten/kota di seantero NTT seperti sebagaimana PP RI
Nomor 38 / 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, PP 19 Tahun 2005 dan PP 32
Tahun 2013 tentang Perubahan PP 19 / 2005 tentang SNP , bahkan SPM sebagaimana
diatur dengan Permendikbud Nomor 23 / 2013 tentang Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 15 / 2010
Tentang SPM Pendidikan Dasar Di
Kabupaten/Kota. Belum lagi gaji guru yayasan dan komite jauh di bawah UMP NTT Tahun 2014 sebesar Rp 1.150.000?Sebuah
utopia.
Jujur disebutkan bahwa SNP
pada satuan- satuan pendidikan di NTT,
dengan tidak mengecuilkan hasil EDS Online Padamu Negeri 2013, jauh dari yang
diharapkan.Mengacu pada PP 38 Tahun 2007, pemerintah kabupaten/ kota sehariusnya berhak menutup satuan pendidikan
yang tidak menjawab visi misi pemerintah Kabupaten/ Kota.
Berkenaan dengan HUT Guru dan PGRI yang ke- 69 tahun 2014 tanggal 25 November yang kegiatannya antara lain adalah Kampanye Pendidikan Bermutu,wadah profesi guru ini juga perlu berkontribusi
memajukan pendidikan di NTT dengan melakukan aktivitas- aktivitas kemanusiaan
dan paedagogis yang mampu meningkatkan prosentasi dan kualitas UN 2015. Niscaya.