Minggu, 23 November 2014

Artikel


UN 2015, GURU DAN PGRI
Oleh
Kosmas Takung
Korwas Manggarai
Dikeluarkannya Permendikbud Nomor 144 Tahun 2014 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan  Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan UN Tahun 2015 ,idealnya harus menjadi isu paling seksi di dunia pendidikan di Indonesia beberapa bulan ke depan hingga  pelaksanaan Ujian Nasional 2015.Khusus untuk NTT, baik ,pemerintah provinsi, Kabupaten/ Kota, sekolah dan masyarakat, regulasi yang dikeluarkan 14 Oktober 2014, merupakan masukan sangat berarti dan adalah waktunya sekarang untuk dijadikan sebagai moment strategis untuk retrospeksi sejauhmana komitmen masa silam dan yang akan dilakukan sehingga anak- anak sekolah yang dipatri sebagai  pemimpin masa depan, tidak menangis bahkan stress tatkala gagal dalam Ujian Nasional yang penyelenggaraannya biasanya selama sepekan.Bagi yang bernurani, kegagalan anak-anak dalam Ujian Nasional adalah sebuah kesalahan yang harus perlu segera diperbaiki sebelum para siswa yang gagal karena kekuarangaanperhatian kita yang menyebut diri sebagai orang tua dewasa dengan segala macam gelar akademik, jabatan dan status sosial,mengutuki  kebijakan dan komitmen serta kompetensi yang tidak optimal ditunjukkan.
Sepintas, regulasi kelulusan UN 2015 mengandung sikap optimisme semua pihak, terutama sekolah karena  kriterianya menjadi 50:50. Mengutip Permendikbud ini, Pasal 4 (5a) Rata-rata nilai rapor dengan bobot 70%: 1) Semester  I  sampai  dengan  semester  V    pada  SMP/MTs,  SMPLB,  dan Paket B/Wustha; 2) Semester  III  sampai  dengan  semester  V  pada  SMA/MA,  SMALB, SMK/MAK, dan Paket C;3) Semester  I  sampai  dengan  semester  V  bagi  SMP/MTs  dan  SMA/MA yang menerapkan SKS; b.  Nilai Ujian S/M/PK dengan bobot 30%;( 2)  NA  merupakan  gabungan  Nilai   S/M/PK  dan  Nilai  UN  dengan  bobot   50% Nilai S/M/PK dan   50% Nilai UN.Dengan demikian porsi Ujian sekolah dan Ujian Nasional menjadi imbang, meningkat dibanding tahun- tahun sebelumnya yang hanya 40:60.
Menyimak keterangan Kepala Dinas PPO Provinsi NTT , Drs.Piter Sinun Manuk dalam berbagai kesempatan bahwa prosentasi kelulusan UN beberapa tahun terakhir di NTT terus membaik hingga 30 besar bahkan menembus 20 besar, jauh dari sekadar tradisi yang hanya mengawal posisi buntut.Sikap optimis Kepala Dinas Piter Sinun Manuk  perlu diikuti dengan tindakan nyata dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, organisasi sosial dan politik termasuk orang tua bahkan para siswa peserta Ujian nasional sendiri.
Diskusi dalam berbagai kesempatan. para Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT  dan pengawas sekolah kabupaten/ kota,sepakati  bahwa langkah awal yang segera dilakukan sejak dikeluarkannya Permendikbud ini adalah masing- masing satuan pendidikan dan pemerintah kabupaten/kota  merencanakan bedah SKL yang termuat dalam  lampiran Permendikbud dimaksud serta Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0019/BSNP/XI/2012 tentang Kisi- kisi Ujian Nasional Untuk Satuan Pendidikan  Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2012/2013 tanggal 20 November 2012.
Bedah SKL  merupakan salah satu upaya mempersiapkan para siswa peserta Ujian Nasional dan sekolah menghadapi Ujian  upaya untuk tidak  membiarkan sekolah berjalan sendirian. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota juga harus sigap dengan menyiapkan kebijakan- kebijakan pendidikan yang tepat dan ontime antara lain sosialisasi berlapis berupa spanduk, baliho UN, mendampingi wajah para politisi.Tentang hal ini, secara jujur dikatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa sosialisasi UN masih kalah bersaing dengan sosialisasi diri para politisi merebut hati rakyat.Menjelang UN,seminar dan lokakarya lebih mencari solusi strategis merebut hati peserta Ujian Nasional, bersamaan dengan diskusi kehebatan program- program pendidikan yang telah dirasakan, yang bukan tidak mungkin kurang familiar di dunia peserta UN.Semua pihak aktif mendiskusikan upaya- upaya untuk menang dan berhasil dalam Ujian Nasional berupa meningkatnya prosentasi kelulusan yang dilihat dari NA dan akan  lebih bergengsi adalah lulus dengan hasil UN yang memenuhi bahkan di atas standar minimal kelulusan.
Bagi masyarakat wajib mengawali regulasi ini sebagaimana yang diperintahkan UU Sisidiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan dan Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.Masyarakat tidak hanya menunggu hasil akhir melalui pengumuman hasil Ujian Nasional tetapi mengawal seluruh aktivitas guru di sekolah seperti kehadiran para guru yang harus mengajar 24-40 jam pelajaran seminggu yang berarti guru wajib ada di sekolah selama 4-7 jam pelajaran di sekolah, tidak berkeliaran di pasar atau di luar sekolah pada hari- hari efektif pembelajaran. Guru menyatakan kompetensi- kompetensinya dengan menampilkan kompetensi kepribadian berupa antara lain ketekunannya beribadat sesuai ajaran agama yang dianut, jujur , bertanggung jawab; kompetensi sosial antara lain mudah bersosialisasi,hospitalitas; dan kompetensi paedagogis antara lain senang mengajar; sedangkan kompetensi  profesional menguasasi ilmu yang diajarkan, mengajarkan kebenaran- kebenaran ilmiah. Hal yang sama wajib ditunjukkan seorang Kepala Sekolah
Semua pihak perlu merasa malu  karena nilai UN rendah, siswa-siswa tidak lulus, kebijakan pendidikan yang hanya melahirkan sebahagian  generasi muda yang hanya menonton orang luar membangun NTT seperti membuat dan menjual bakso,sol sepatu serta  membuka usaha kecil menggoreng dan menjual kue pisang serta mebuka warung makan.
Jika  masing- masing kabupaten /kota  di NTT  malu dengan mutu pendidikan yang telah kita hasilkan selama ini dan bukan tidak mungkin telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit  ,kredibilitas masyarakat, membaik, dan terhindar dari umpatan dan gugatan  generasi muda yang  frustrasi, stress karena gagal dalam UN.
Adalah kewajiban  semua pihak mengawal penerapan sejauh mana norma- norma dan hukum pendidikan membumi di kabupaten/kota di seantero NTT seperti sebagaimana      PP  RI Nomor 38 / 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan  Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, PP 19 Tahun 2005 dan PP 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP 19 / 2005 tentang SNP , bahkan SPM sebagaimana diatur dengan Permendikbud Nomor 23 / 2013 tentang Tentang  Perubahan  Atas  Peraturan  Menteri  Pendidikan Nasional  Nomor  15  /  2010  Tentang  SPM Pendidikan Dasar Di Kabupaten/Kota. Belum lagi gaji guru yayasan dan komite jauh di bawah UMP  NTT Tahun 2014 sebesar Rp 1.150.000?Sebuah utopia.
Jujur disebutkan bahwa SNP pada satuan- satuan  pendidikan di NTT, dengan tidak mengecuilkan hasil EDS Online Padamu Negeri 2013, jauh dari yang diharapkan.Mengacu pada PP 38 Tahun 2007, pemerintah kabupaten/ kota  sehariusnya berhak menutup satuan pendidikan yang tidak menjawab visi misi pemerintah Kabupaten/ Kota.
Berkenaan dengan  HUT Guru dan PGRI yang ke- 69 tahun 2014  tanggal 25 November  yang kegiatannya antara lain adalah  Kampanye Pendidikan Bermutu,wadah profesi guru ini juga perlu berkontribusi memajukan pendidikan di NTT dengan melakukan aktivitas- aktivitas kemanusiaan dan paedagogis yang mampu meningkatkan prosentasi dan kualitas UN  2015. Niscaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar