Minggu, 27 Juli 2014

Artikel

FENOMENA BEN LESING  CS VERSUS HIDUP MEWAH KORUPTOR BUMI FLOBAMORA
Catatan
Kosmas Takung
Menjelajahi media online Sentra Informasi dan Data Untuk Anti Korupsi(Sidak) Info Korupsi.com pertengahan Juli 2014, saya dikagetkan dengan berita korupsi se antero Flobamora dari semua kabupaten/ kota.’Pemainnya’ adalah sejumlah ‘mantan’ pejabat, pengusaha, orang- orang kaya, perempuan dan laki- laki.Media online ini memberitakannya dengan rinci dan lengkap: identitas pelaku, jabatan, alamat bahkan keluarga serta usaha- usahanya.
Publikasi ini  setidaknya merupakan salah satu nilai  pembelajaran, baik bagi para pelaku, keluarganya , maupun masyarakat luas.Dunia pendidikan bumi  Nusa tenggara Timur diharapkan forward ke para siswa dan mahasiswa sebagai salah satu rujukan dalam pendidikanarakter . Nusa Tenggara Timur menurut media ini sebagai daerah miskin karena alamnya  tandus dan gersang. Kemiskinan akan berdampak pada kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta angka pengangguran tinggi yang pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Mereka yang mengalami nasib jenis ini tersebar di seluruh persada Nusa Tenggara Timur antara lain Kraeng Ben Lesing,Remi Gustau, dan Toni Iriawan di Manggarai, Om Yosef Mema di Bandara El Tari Kupang,dan Isak Lay di Hotel Elmylia Kupang. Mereka mengais rupiah dengan cucuran keringat sendiri( le dempul wuku tela toni).Catatan- catatan berikut kiranya mampu merefleksi dan sekadar membanding kehidupan orang kecil pengais rupiah dengan hidup mewah para koruptor di Nusa Tenggara Timur.
Di Kabupaten Manggarai,bernama Kraeng Ben Lesing. Berbekal pendidikan SD,dan pengalaman sebagai sopir, Kraeng Ben memilih bekerja sebagai pemulung di TPS di Lingko Ngasang 5 km  utara Karot Langke Rembong Ruteng Manggarai.Berada 12 jam di tengah onggokan barang- barang rongsokan hingga bangkai binatang yang sudah membusuk dikerubuti lalat-lalat, tidak membuat Kraeng Ben surut dari pekerjaan yang sudah ditekuninya belasan tahun silam .” Sehari, penghasilan saya rata-rata Rp 50.000, belum termasuk barang- barang bekas yang bisa digunakan untuk keperluan rumah tangga”, pengakuannya. Konon, saban hari, Kraeng Ben  memulai  bekerja jam delapan pagi, dan istirahat siang sekitar jam dua belas siang, melanjutkan pekerjaannya hingga  sore hari  pukul 18.00.”Saya dan isteri serta ke empat buah hati kami nyaman dengan pekerjaan ini”,katanya. Kraeng Ben jarang menggunakan pengaman seperti masker tutup mulut atau hidung.
Belasan tahun hidup mengais rupiah dengan fasilitas seadanya, Om Ben mengaku jarang sakit, padahal sepintas pekerjaan itu rawan untuk kesehatan  bagi seorang Kraeng Ben yang mulai memasuki usia senja , i 56 tahun.”Sesekali saya flu”, pengakuannya.Ia heran mengapa demikian banyak orang mengeluh mencari pekerjaan hingga harus mecarinya ke luar negeri menjadi TKI. Kandungan tanah tumpah darah mampu menafkahi penghuninya.
.
Kraeng Ben Lesing


Keuletan Kraeng Bens Lesing di Manggarai ternyata dimiliki juga seorang seusianya di Kupang, Om Yoseph Mema. Para pengguna jasa angkutan udara yang selalu menunggu di Ruang Tunggu keberangkatan pesawat udara di  Bandara El Tari Kupang, pasti kenal Om Yos, sang pemilik nama lengkap Yosef Mema.Ia selalu hadir lebih awal sebelum para penumpang cek.” Kadang- kadang terlambat,” katanya  jujur. Pensiunan pegawai honorer Cleaning Service di Bandara El Tari Kupang ini, walau hanya sebagai loper koran, selalu berpenampilan rapih. 26 tahun sebagai Cleaning Service, ternyata diam- diam mendisiain masa purna tugasnya kelak jika hayat masih dikandung untuk menafkahi  keluarganya usai menikmati honor  Rp 1.100.000/ bulan. Memasuki usianya yang mengnjak  57 tahun , kakek kelahiran Solor Flores Timur yang rajin ke gereja Biara Karmel Penfui ini, setiap pagi hari menjajakan 250 -300 eksemplar koran di bandara El Tari Kupang.”
Yoseph Mema (kiri) menjaja  koran di ruang runggu Bandara El Tari Kupang
Setiap hari saya mendapatkan keuntungan bersih  antara Rp 250.000 sampai Rp 300.000 “ pengakuan ayah dua anak ini.Sampai kapan menekuni  pekerjaan sebagai Loper Koran di Bandara El Tari Kupang,”Sampai kapan pun, saya akan terus menekuninya”, tekadnya karena mengaku selalu sehat, padahal pekerjaan ini memaksanya bangun  dini hari, berjalan sepanjang hari mondar- mandir di Bandara El Tari menjajakan koran- koran , baik terbitan ibu kota Jakarta maupun terbitan kota Kupang.Berbekal ijasah SD dari kampungnya di Solor puluhan tahun silam, Om Yos  tidak pernah merasa rendah diri dengan pekerjaannya.
Mengoleksi rupiah yang ditekuni Kraeng Ben Lesing dan Om Yoseph Mema, beda dengan Toni Iriawan.Sepuluh jam setiap hari, ayah dua anak  dari Purwodadi Jawa Tengah ini, menghabiskan waktunya  mengoleksi rupiah di hutan, Bukit Golo Lusang, Manggarai.” Saya jual bakso,Pak”, Mas Toni, sapaan  pelanggan . Konon, 7 bulan lalu  tatkala mulai menginjakkan kaki di Manggarai, ia langsung memilih Bukit Golo Lusang sebagai  tempat paling pas untuk bisa hidup.”  Tujuh bulan lalu ,Bos menugaskan saya untuk mencarikan sendiri tempat menjual bakso “, kenang Toni. Sepiring bakso dijualnya Rp 7.000-10.000. Konsumennya banyak, terutama pengendara motor Ruteng-Iteng  dan sebaliknya. Sehari, Toni bisa mengumpulkan rupiah hingga lima ratus ribu, dan berhasil masuk koceknya sebagai keuntungannya sebesar  Rp 125.000. Toni mengaku, betah dengan pekerjaannya, apalagi di Bukit Golo Lusang yang konon dinlainya bersih dan sejuk.”Saya senang di sini Pak, Bukit ini bersih dan  dirawat,  anak beringin yang ditanam Bapak Uskup Ruteng pada 100 tahun Gereja katolik di Manggarai Tahun 2012 serta anakan kayu yang ditanam siswa-siswi dan pramuka semakin besar dan tinggi”, pengakuannya.
Toni Iriawan dengan motor baksonya di Bukit Golo Lusang
Lain lagi yang dilakoni Remi Gustau.Usianya 14 tahun.Sudah tiga tahun ditekuninya bekerja sebagai penjual pisang masak, mengelilingi kota Ruteng, ke kantor-kantor.” Penghasilan saya Rp 40.000/ harinya dengan menjual pisang masak ini”, Cerita Remi dari Mbongos Kecamatan Wae Rii Manggarai ini.
Ia berkeinginan keras untuk melanjutkan sekolahnya ke SMP, tetapi “ Orang tua saya yang bertani, tidak sanggup lagi menyekolahkan saya”, pengakuannya.

.Konon ia optimis, dengan pekejaan yang ada, ia bisa mulai menenun masa depannya karena memiliki tabungan
Isak Lay di Kupang?Pemuda lajang kelahiran Sabu bernasib mirip sama dengan Remi Gustau. Isak, oleh karena kondisi kehidupan ekonomi kedua orang tuanya yang tak sanggup menyekolahkan dirinya usai tamat SMP, hanya mampu menamatkan SMA dengan ijasah Paket C.Berbekal ijasah ini, kini ia menapaki pekerjaan sebagai Cleaning Service di Hotel Elmylia Kayu Putih Kupang.Sebulan Rp 1.100.000 menurut Isak sangat layak bagi dirinya.” Seminggu saya bekerja 6 hari, sehari istirahat”, cerita Isak, yang selalu bernampilan rapih bersama teman.

Ben Lesing, Yoseph Mema,Toni Iriawan,Remi Gustau dan Isak Lay adalah potret anak Flobamora yang konon sebagai kaya raya,memiliki sejuta mata pencaharian dan hidup untuk warga yang mengaku sebagai tanah tumpah darahnya..
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar