FENOMENA BEN LESING CS VERSUS HIDUP MEWAH KORUPTOR BUMI FLOBAMORA
Catatan

Kosmas
Takung
Menjelajahi media online Sentra
Informasi dan Data Untuk Anti Korupsi(Sidak) Info Korupsi.com pertengahan Juli
2014, saya dikagetkan dengan berita korupsi se antero Flobamora dari semua
kabupaten/ kota.’Pemainnya’ adalah sejumlah ‘mantan’ pejabat, pengusaha, orang-
orang kaya, perempuan dan laki- laki.Media online ini memberitakannya dengan
rinci dan lengkap: identitas pelaku, jabatan, alamat bahkan keluarga serta usaha-
usahanya.
Publikasi ini setidaknya merupakan salah satu nilai pembelajaran, baik bagi para pelaku,
keluarganya , maupun masyarakat luas.Dunia pendidikan bumi Nusa tenggara Timur diharapkan forward ke para
siswa dan mahasiswa sebagai salah satu rujukan dalam pendidikanarakter . Nusa
Tenggara Timur menurut media ini sebagai daerah miskin karena alamnya tandus dan gersang. Kemiskinan akan
berdampak pada kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta angka pengangguran
tinggi yang pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu.
Mereka yang mengalami nasib jenis ini tersebar di seluruh persada Nusa Tenggara
Timur antara lain Kraeng Ben Lesing,Remi Gustau, dan Toni
Iriawan di Manggarai, Om Yosef Mema di Bandara El Tari Kupang,dan Isak Lay di Hotel
Elmylia Kupang. Mereka mengais rupiah dengan cucuran keringat sendiri( le dempul wuku tela toni).Catatan-
catatan berikut kiranya mampu merefleksi dan sekadar membanding kehidupan orang
kecil pengais rupiah dengan hidup mewah para koruptor di Nusa Tenggara Timur.
Di
Kabupaten Manggarai,bernama Kraeng Ben Lesing. Berbekal
pendidikan SD,dan pengalaman sebagai sopir, Kraeng Ben memilih bekerja sebagai
pemulung di TPS di Lingko Ngasang 5 km
utara Karot Langke Rembong Ruteng Manggarai.Berada 12 jam di tengah
onggokan barang- barang rongsokan hingga bangkai binatang yang sudah membusuk
dikerubuti lalat-lalat, tidak membuat Kraeng Ben surut dari pekerjaan yang
sudah ditekuninya belasan tahun silam .” Sehari, penghasilan saya rata-rata Rp
50.000, belum termasuk barang- barang bekas yang bisa digunakan untuk keperluan
rumah tangga”, pengakuannya. Konon, saban hari, Kraeng Ben memulai
bekerja jam delapan pagi, dan istirahat siang sekitar jam dua belas
siang, melanjutkan pekerjaannya hingga
sore hari pukul 18.00.”Saya dan
isteri serta ke empat buah hati kami nyaman dengan pekerjaan ini”,katanya.
Kraeng Ben jarang menggunakan pengaman seperti masker tutup mulut atau hidung.
Belasan
tahun hidup mengais rupiah dengan fasilitas seadanya, Om Ben mengaku jarang
sakit, padahal sepintas pekerjaan itu rawan untuk kesehatan bagi seorang Kraeng Ben yang mulai memasuki
usia senja , i 56 tahun.”Sesekali saya flu”, pengakuannya.Ia heran mengapa
demikian banyak orang mengeluh mencari pekerjaan hingga harus mecarinya ke luar
negeri menjadi TKI. Kandungan tanah tumpah darah mampu menafkahi penghuninya.
. 

Kraeng
Ben Lesing
Keuletan Kraeng Bens Lesing
di Manggarai ternyata dimiliki juga seorang seusianya di Kupang, Om Yoseph Mema. Para pengguna jasa
angkutan udara yang selalu menunggu di Ruang Tunggu keberangkatan pesawat udara
di Bandara El Tari Kupang, pasti kenal
Om Yos, sang pemilik nama lengkap Yosef Mema.Ia selalu hadir lebih awal sebelum
para penumpang cek.” Kadang- kadang terlambat,” katanya jujur. Pensiunan pegawai honorer Cleaning
Service di Bandara El Tari Kupang ini, walau hanya sebagai loper koran, selalu
berpenampilan rapih. 26 tahun sebagai Cleaning Service, ternyata diam- diam
mendisiain masa purna tugasnya kelak jika hayat masih dikandung untuk menafkahi
keluarganya usai menikmati honor Rp 1.100.000/ bulan. Memasuki usianya yang
mengnjak 57 tahun , kakek kelahiran
Solor Flores Timur yang rajin ke gereja Biara Karmel Penfui ini, setiap pagi
hari menjajakan 250 -300 eksemplar koran di bandara El Tari Kupang.”

Yoseph
Mema (kiri) menjaja koran di ruang
runggu Bandara El Tari Kupang
Setiap hari saya mendapatkan
keuntungan bersih antara Rp 250.000
sampai Rp 300.000 “ pengakuan ayah dua anak ini.Sampai kapan menekuni pekerjaan sebagai Loper Koran di Bandara El
Tari Kupang,”Sampai kapan pun, saya akan terus menekuninya”, tekadnya karena
mengaku selalu sehat, padahal pekerjaan ini memaksanya bangun dini hari, berjalan sepanjang hari mondar-
mandir di Bandara El Tari menjajakan koran- koran , baik terbitan ibu kota Jakarta
maupun terbitan kota Kupang.Berbekal ijasah SD dari kampungnya di Solor puluhan
tahun silam, Om Yos tidak pernah merasa
rendah diri dengan pekerjaannya.
Mengoleksi rupiah yang
ditekuni Kraeng Ben Lesing dan Om Yoseph Mema, beda dengan Toni Iriawan.Sepuluh jam
setiap hari, ayah dua anak dari
Purwodadi Jawa Tengah ini, menghabiskan waktunya mengoleksi rupiah di hutan, Bukit Golo
Lusang, Manggarai.” Saya jual bakso,Pak”, Mas Toni, sapaan pelanggan . Konon, 7 bulan lalu tatkala mulai menginjakkan kaki di Manggarai,
ia langsung memilih Bukit Golo Lusang sebagai
tempat paling pas untuk bisa hidup.”
Tujuh bulan lalu ,Bos menugaskan saya untuk mencarikan sendiri tempat
menjual bakso “, kenang Toni. Sepiring bakso dijualnya Rp 7.000-10.000. Konsumennya
banyak, terutama pengendara motor Ruteng-Iteng dan sebaliknya. Sehari, Toni bisa mengumpulkan
rupiah hingga lima ratus ribu, dan berhasil masuk koceknya sebagai
keuntungannya sebesar Rp 125.000. Toni
mengaku, betah dengan pekerjaannya, apalagi di Bukit Golo Lusang yang konon
dinlainya bersih dan sejuk.”Saya senang di sini Pak, Bukit ini bersih dan dirawat,
anak beringin yang ditanam Bapak Uskup Ruteng pada 100 tahun Gereja
katolik di Manggarai Tahun 2012 serta anakan kayu yang ditanam siswa-siswi dan
pramuka semakin besar dan tinggi”, pengakuannya.

Toni
Iriawan dengan motor baksonya di Bukit Golo Lusang
Lain lagi yang dilakoni Remi
Gustau.Usianya 14 tahun.Sudah tiga tahun ditekuninya bekerja sebagai penjual
pisang masak, mengelilingi kota Ruteng, ke kantor-kantor.” Penghasilan saya Rp
40.000/ harinya dengan menjual pisang masak ini”, Cerita Remi dari Mbongos Kecamatan
Wae Rii Manggarai ini.
Ia berkeinginan keras untuk
melanjutkan sekolahnya ke SMP, tetapi “ Orang tua saya yang bertani, tidak
sanggup lagi menyekolahkan saya”, pengakuannya.

.Konon ia optimis, dengan
pekejaan yang ada, ia bisa mulai menenun masa depannya karena memiliki tabungan
Isak Lay di Kupang?Pemuda lajang
kelahiran Sabu bernasib mirip sama dengan Remi Gustau. Isak, oleh karena
kondisi kehidupan ekonomi kedua orang tuanya yang tak sanggup menyekolahkan
dirinya usai tamat SMP, hanya mampu menamatkan SMA dengan ijasah Paket
C.Berbekal ijasah ini, kini ia menapaki pekerjaan sebagai Cleaning Service di
Hotel Elmylia Kayu Putih Kupang.Sebulan Rp 1.100.000 menurut Isak sangat layak
bagi dirinya.” Seminggu saya bekerja 6 hari, sehari istirahat”, cerita Isak,
yang selalu bernampilan rapih bersama teman.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar