Jumat, 26 Desember 2014

Artikel Pendidkan

PERISTIWA PENDIDIKAN YANG  MEMILUKAN DAN MEMALUKAN
Empati Buat Sang Guru Ferdi Palma Jaul
Oleh
Kosmas Takung
Korwas Manggarai
Dunia pendidikan Desember 2014 nyaris berujung kelabu. Ferdinandus  Palma Jaul, guru Olahraga SMPK Santu Fransiskus Ruteng, 18 Desember 2014 bersimbah darah. Dahi kirinya,(nabi menurut orang Mesir,Israel.Tiongkok dan India)  berdarah.Menurut berita sejumlah media, baik elektronik, koran maupun media online, dahi bagian kiri korban robek seukuran  jari telunjuk orang dewasa karena berusaha melerai perkelahian dua kelompok siswa SMP.
Ferdy  ditikam tatkala melaksanakan tugas dan harus menjadi korban ditengah naluri kemanusiaannya menolong, dibalas dengan tindakan tak terpuji seseorang remaja seusia anak   didiknya.Beruntung,ia selamat karena ditolong warga yang menyaksikan, dan teman- teman seprofesinya langsung mengantarnya ke RSUD Ruteng.Pelaku, yang konon  adalah siswa salah satu SMP di kota Ruteng, melarikan diri tetap dalam pengejaran polisi, tetapi lima temannya langsung ditangkap.
Ferdi mendapat empati dunia pendidikan dan masyarakat  kota Ruteng. Pengorbanannya diperbincangkan, membayar dengan darahnya sendiri demi pendidikan di tengah ia dan keluarga besar SMPK Santu Fransiskus Ruteng serta masyarakat luas menyiapkan diri menyongsong kehadiran Sang Juru Selamat,   Natal 2014.
Ferdy tak menyesal sedikitpun  atas sebagaimana  ditulis media- media yang memberitakannya. Ia menghadapinya dengan kelembutan hati, sesuai benar dengan harapan Paus Fransiskus dalam kotbah Natal 2014 di Vatikan pentingnya kelembutan dan kehangatan menghadapi dunia dewasa ini. Media- media itu hanya menceritakan kronologis peristiwa dan endingnya hingga ia bisa  tiba di rumah sakit dan selamat.
Warga masyarakat sependapat dengan sikap sekolah katolik ini, yang melalui Kepala Sekolah Romo Ivan Selman, Pr, melaporkan peristiwa ini ke pihak kepolisian Polres Manggarai  dan memintanya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.Finalisasinya kita tunggu.
Peristiwa yang menimpa keluarga besar SMPK Santu Fransiskus Ruteng sebagai peristiwa pendidikan yang memilukan dan memalukan.Peristiwa ini mengantar saya membuka kembali renungan harian katolik dalam Blog renungan pagi new spirit  , Senin, 22 Desember 2014 menulis renungan Injil Yesus Kristus menurut Lukas (1:46-56):”Suatu kali, seorang isteri ditanya oleh suaminya, “Hal apa yang paling membuatmu bahagia dalam hidup ini?” Jawab sang isteri, “Ketika aku bisa melahirkan anak-anak kita ke dunia!” Mendengar jawaban tersebut, sang suami langsung memeluk isterinya dengan mesra. Jawaban sang isteri mungkin tampaknya sebuah jawaban yang mudah. Namun, kalau kita mengingat kesulitan dan beratnya seorang ibu ketika mengandung dan melahirkan anaknya, kita baru bisa menyadari bahwa jawaban di atas adalah sebuah jawaban yang luar biasa, yang keluar dari kebesaran hati seorang ibu. Dalam dunia medis dan ilmu psikologi, sikap penerimaan seorang ibu terhadap bayi yang dikandungnya, kelak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan si bayi.”
Ferdy patut dihormati , berhasil menyelamatkan kelompok siswa dari pertikaian yang bukan tidak berujung pertumpahan darah terjadi, di luar rencana sekolah untuk rekoleksi dan pengakuan dosa.
Menghubungkan peristiwa ini dengan  Psikologi, perkembangan kepribadian sesorang dapat dipengaruhi  oleh keturunan ( nativisme),lingkungan (empirisme) dan konvergensi.Faktor keturunan merujuk pada faktor genetika.Faktor keturunan menjadi perhatian kita semua yang menyandang predikat sebagai orang tua.
Pastor Paroki Santu Nikolaus Golo Dukal Keuskupan Ruteng,Pater Johanes Djuang Somi,SVD dalam khotbah Natal 2014 menceritakan kepada umat katolik setempat  pentingnya suasana bathin orang tua terutama ibu ketika mengandung. Orang Israel menurut Pater Yan yang dibacanya dari sejumlah referensi,  pintar, kaya dan berhasil.Sebab, sewaktu Sang ibu mengandung, ia belajar hal- hal yang berkaiatan dengan matematika, bermain musik dan menyanyi serta mengkonsumsi ikan. Merokok adalah tabu.
Theori nativisme mengharuskan pendidikan  dimulai sejak konsepsi, sebab kehadiran anak bukanlah kebetulan tetapi direncanakan oleh kedua orang tua. Keduanya wajib menyatakan sikap saling mencintai,menunjukkan kelemahlembutan dan kehangatan.
Faktor lingkungan juga  berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian , di mana  berada dan bertumbuh serta  dibesarkan seperti antara lain norma  keluarga, teman, dan kelompok sosial. Hal ini bisa terjadi di tempat tinggal dan di sekolah serta masyarakat .Perjudian  dan kekerasan sosial lainnya sangat tidak kondusif untuk perkembangan seseorang. Pembiaran  terhadap tumbuh dan berkembangakrabnya anak dengan  hal- hal negatif, merusak mental anak.
Ferdi sebagi sosok guru profesional sebagaimana dikehendaki PP 74 tahun 2008 tentang Guru.Ia menunjukkan kompetensinya, bak seorang wanita dalam renungan new spirit , menyelamatkan peserta didiknya.
Kepribadiannya mesti dimiliki, dibathini oleh yang berpredikat guru, termasuk Kepala Sekolah dan pengawas Sekolah dalam melaksanakan tugas secara profesional. Tidak sebaliknya, mangkir dalam melaksanakan tugas bahkan tidak memahami tupoksi sehingga disebeut sebagai kelompok  guru yang bukan dirinya.  Pak Ferdy  dekat dengan peserta didiknya, berusaha berbicara dengan dua kelompok siswa SMP yang bertikai, bukan berbicara tentang  mereka.Ia sungguh seorang nabi bernubuat apa yang terjadi jika dibiarkan, dan   bertanggung jawab terhadap masa depan generasi muda peserta didik.
Pendidikan Karakter
Pendikar dicanangkan secara nasional sejak 2 Mei 2010. Fungsinya mengembangkan potensi peserta didik agar berhati, berpikiran dan berprilaku baik, memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur, dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.Seluruh aktivitas pembelajaran, karkateristik unik siswa harus dibentuk..Karakter sebagai nilai-nilai yang unik-baik, terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.
18 nilai karakter wajib dikembangkan di sekolah,bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, Nilai-nilai itu  adalah  jujur,toleransi,disiplin,kerja keras,kreatif,mandiri,demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,cinta tanah air,menghargai prestasi,bersahabat/komunikatif,cinta damai,gemar membaca,peduli lingkungan,peduli sosial,tanggung jawab, dan religius.
Pendidikan anak menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat, karenanya pendidikan karakter  bagi peserta didik adalah  keniscayaan yang harus dicontohi, tidak sekadar verbalistis.Peristiwa pendidikan yang menimpa Pak Ferdy membuktikan bahwa implementasi pendikar belum optimal , belum internalisasi sebagai sebuah kebutuhan.
Kata-kata  bijak Dorothy Law Nolte  wajib dimaknai. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi,jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri,jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan,jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri,jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Pendidikan di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menuntut peserta didik untuk wajib menjaga norma-norma pendidikan agar terjaminnya keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan, adalah harga mati.Wujudnya adalah tata tertib yang disusun dan berlaku di masing- masing satuan pendidikan yang wajib ditaati oleh semua warga sekolah sebagai kebutuhan sosial manusia agar tercipta  rasa aman sesuai Teori Kebutuhan Abraham Maslow.
Kosmas Takung
Email kosmastakung@ymail.com,HP 081339469828

Alamat RT 020 RW 003 Kelurahan Golo Dukal Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar